Skrining untuk menemukan individu terduga TBC merupakan langkah awal dalam penemuan kasus TBC. Upaya penemuan terduga TBC ini dilakukan melalui kegiatan penapisan atau skrining secara sistematis pada individu, sekelompok orang atau populasi tertentu yang memiliki risiko TBC atau yang menunjukkan gejala TBC. Dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi akan menekankan skrining pada balita di Posyandu.

SASARAN

Sasaran skrining untuk menemukan terduga TBC secara aktif di Posyandu Balita adalah semua balita  yang datang ke Posyandu dan target prioritas skrining adalah balita berisiko tinggi untuk menderita TBC diantaranya balita gizi buruk, stunted dan stunting yang mengakses layanan Posyandu.

Skrining TBC Menggunakan Gejala

Balita yang datang ke Posyandu dilakukan skrining TBC dengan melihat gejala yang ada. Pada anak balita, letargi atau anak tidak seaktif biasanya juga dapat digunakan sebagai skrining gejala karena batuk lama sering tidak ditemukan pada anak dengan TBC .

Skrining menggunakan gejala pada anak yang mempunyai salah satu dari gejala batuk, demam, atau berat badan tidak naik mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas 69% (dibandingkan dengan composite reference standard). Dengan spesifisitas yang rendah tersebut artinya sekitar 30% anak mungkin akan menjalani pemeriksaan lanjutan untuk penegakan diagnosis TBC atau bahkan mendapat OAT yang seharusnya tidak perlu diberikan (overtreatment). Mempertimbangkan tingginya morbiditas dan mortalitas TBC pada anak dan toleransi yang baik terhadap OAT pada anak, risiko overdiagnosis/overtreatment dapat diterima. Namun demikian dokter tetap harus mempertimbangkan diagnosis banding lain sebelum memutuskan diagnosis TBC.

Skrining gejala TBC pada anak meliputi:

– batuk berapapun lamanya,

– demam,

– berat badan turun,

– berkeringat malam hari.

Hasil skrining disimpulkan sebagai “skrining positif” apabila memiliki salah satu atau lebih gejala di atas dan “skrining negatif” jika tidak ada gejala tersebut.